Universitas
Kristen Duta Wacana
Nama/
NIM : Winda
Patrika Embun Sari/ 50190056
Program
Studi/ Semester : Magister Teologi/
Gasal 2019-2020
Mata
Kuliah/ Tugas : Tafsir
Kontekstual Perjanjian Lama/ Makalah Akhir
![]() |
Hedonisme dalam 2 Samuel 12:1-25
1.1.Pendahuluan
a.
Pengantar
Dewasa
ini, setiap orang punya kecenderungan untuk hidup konsumtif. Gaya hidup
konsumtif lazimnya disebut dengan hedonisme. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(selanjutnya KBBI) mendefinisikan hedonisme sebagai “pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi
sebagai tujuan utama dalam hidup”. Umumnya hedonisme dipahami sebagai satu hal
yang negatif. Tapi pada dasarnya hedonisme juga mengandung satu hal yang positif
tergantung bagaimana kita menghayati atau menghidupinya.
Makalah ini akan mengulas tentang hedonisme dalam
kitab 2 Samuel 12:1-25 dengan menggunakan tafsir naratif. Sistematika penulisan
akan dimulai dari penjelasan tentang metode naratif. Bagian kedua penulis akan
mencoba melihat teks 2 Samuel 2:1-25 secara naratif. Setelah itu penulis akan
menguraikan hedonisme dalam teks 2 Samuel 2:1-25. Bagian selanjutnya penulis
akan mencoba melihat refleksi teologi terhadap gaya hidup hedonisme di dalam
teks 2 Samuel 2:1-25. Setelah itu makalah akan ditutup dengan sebuah kesimpulan
penulis.
b. Apakah
realita tersebut pernah terjadi di tradisi PL?
Cara hidup
hedonisme ternyata tidak hanya terjadi di zaman sekarang. Cara hidup yang
demikian sudah ada sebelum para filsuf mengembangkan kata hedonisme itu
sendiri. Di dalam Perjanjian Lama juga demikian, banyak sekali mencatat soal
cara hidup yang hedonisme. Salah satu adalah kisah dalam 2 Samuel 2:1-25. Di
dalam bab pembahasan akan didalami lebih lanjut.
1.2.
Pembahasan
a. Tafsir historis dan tafsir naratif
Kritik
historis sendiri merupakan metode yang digunakan untuk menafsirkan Alkitab.
Kunci dari kritik historis ini ialah mengungkapkan keaslian sejarah, baik itu
sejarah yang diceritakan di dalam teks, maupun sejarah penulisan yang membentuk
teks tersebut. Munculnya metode ini adalah untuk merekonstruksi sejarah teks
yang telah ditulis dalam Alkitab. Tak heran mengapa perlu pencarian mengenai
sejarah dalam konteks aslinya dan faktor-faktor penulisan kitab tersebut,
karena metode ini berusaha untuk melihat kembali sejarah yang ada. Kritik
historis merupakan suatu upaya untuk membongkar kembali sejarah yang ada
dituliskan di dalam alkitab. Sejarah penulisan kitab pun harus digali untuk
melihat sejarah yang mengelilingi konteks asli tersebut. Dengan demikian,
tujuan akhir dari kritik historis ialah ingin merekonstruksi kitab. Dengan
mengetahui latar belakang sejarah teks (kitab) maka kita akan lebih mudah
memahami apa arti dan maksud teks itu dituliskan dahulu. Setiap teks itu pasti
memiliki sejarahnya sendiri, yang dapat kita bedakan: “sejarah di dalam teks”,
dan “sejarah dari teks”. Sejarah di dalam teks, menunjuk pada hal-hal yang
berkaitan dengan sejarah yang teks itu sendiri tuturkan, entah tokoh tertentu,
peristiwa, keadaan sosial ataupun gagasan. Teks itu berfungsi sebagai jendela
yang melaluinya kita dapat memandang ke suatu periode sejarah. Sejarah dari
teks. Hal ini menunjuk kepada sesuatu yang tidak ditampilkan di dalam sejarah
teks, yaitu riwayat teks itu sendiri. Sejarah dari teks tidak berpusat kepada
peristiwa sejarah yang terjadi di dalam teks, melainkan apa yang terjadi pada
saat teks tersebut dituliskan. Ada poin-poin yang menjadi acuan untuk melihat
riwayat teks tersebut. Pembaca dapat mempertanyakan bagaimana, di mana, kapan
dan keadaan apa yang terjadi sehingga teks itu
dapat muncul. Siapa penulis, kepada siapa tulisan ditujukan, penyusunan,
penyuntingan sampai kepada mengapa teks itu ditulis. Pengaruh kemunculan,
pembentukan, perkembangan, pemeliharaan dan penyebarluasannya pun dapat menjadi
bagian yang digali untuk melihat sejarah tersebut.[1]
Di
dalam analisa historis ini juga menggali aspek-aspek kehidupan dalam sejarah,
antara lain:
1.
Aspek Sosial
2.
Aspek Ekonomi
3.
Aspek Politik
4.
Aspek Kebudayaan
5.
Aspek Keagamaan. [2]
Kritik
naratif merupakan metode yang berusaha memahami dan mengkomunikasikan pesan
suatu teks Kitab Suci yang berbentuk cerita dari penulis atau pengarang kitab
tersebut.[3] Mencoba
melihat suatu atau sebagian kitab sebagai sesuatu yang utuh, dan berusaha
memperhatikan struktur, gaya, modus, tema, konteks, jalan pikiran, retorik dan
fungsi kitab tsb. Retorika termasuk salah satu bidang ilmu tertua, bagaimana
seseorang pembicara mengajukan pandangan dan berupaya meyakinkan pendengar atau
pembacanya. Secara umum ada dua bentuk narasi di dalam Alkitab, yakni, prosa
(kisah atau cerita) dan puisi (doa atau nyanyian). Kritik naratif menaruh perhatian
pada topik-topik yang luas: struktur karangan dan karakter teks, teknik-teknik
gaya bahasa, pemakaian gambar dan simbol oleh pengarang, efek dramatis dan
estetis yang ditimbulkan sebuah karya. [4]
b. Konteks sejarah kitab dan 2 Samuel
12:1-25
Ada pandangan bahwa kitab-kitab
sejarah yang pertama (Yosua, Hakim-hakim, 1 dan 2 Samuel, serta 1 dan 2
Raja-raja) tidak memenuhi kriteria “sejarah”. Kitab Yosua menuturkan kisah
bangsa Israel yang menduduki tanah Kanaan, tetapi sejarah di dalam kitab tersebut
tidak semuanya diceritakan secara rinci. Kitab Hakim-hakim dilihat lebih
membingungkan karena isi dari kitab tersebut merupakan serangkaian cerita yang
berasal dari berbagai bagian negeri dan berbagai masa. Kitab 1 dan 2 Samuel
tampak lebih jelas sebagai suatu sejarah, karena 1 dan 2 Samuel memberi
gambaran yang jelas mengenai berdirinya kerajaan Israel dan kisah mengenai
raja-raja Israel yang pertama. Kitab 1 dan 2 Raja-raja merupakan uraian
kronologis yang lebih lengkap, tetapi terlihat lebih rumit karena sejarah
kerajaan utara dan kerajaan selatan yang berhubungan. Dengan pandangan
demikian, dapat dikatakan kitab-kitab tersebut merupakan sejarah yang dikarang
dari sudut pandang profetik. Sudut pandang profetik ini dapat dilihat dari
ciri-cirinya, pertama menggambarkan kuasa Allah atas sejarah dengan karya dan
firman-Nya. Kedua, menonjolkan perbuatan nabi-nabi seperti Samuel, Natan, Elia
dan Elisa. Ketiga, memperlihatkan tema khas para nabi, yaitu karya penyelamatan
Allah dalam peristiwa keluaran, pemberian tanah perjanjian, perjanjian mengenai
kewajiban untuk beribadat kepada Allah saja dan keadilan dalam masyarakat,
berkat sebagai pemberian Allah atas ketaatan, dan hukuman sebagai ganjaran
Allah atas pemberontakan atau ketidaktaatan.[5] Dapat dikatakan sudut pandang profetik ini
ialah sudut pandang yang dilihat dari sisi kenabian. Tak heran mengapa pada
awalnya kitab-kitab ini disebut sebagai kitab Nabi-nabi Terdahulu atau pun
kitab Nabi-nabi Kemudian. Namun kemudian kitab-kitab ini digolongkan dalam kitab
sejarah. Dengan demikian penilaian sebuah kitab untuk bisa dikatakan masuk
dalam golongan kitab sejarah ialah ketika kitab itu memiliki deretan sejarah
yang berkesinambungan.
Waktu
kejadian-kejadian yang ada di dalam kitab 2 Samuel lebih mudah ditentukan
karena kitab ini meliputi periode empat puluh tahun pemerintahan Daud,
kira-kira pada tahun 1010-970 sM.[6]
Daud berumur tiga puluh tahun ketika memerintah atas Israel. Di Hebron ia
memerintah atas Yehuda selama 7 tahun 6 bulan dan di Yerusalem ia memerintah
selama 33 tahun atas seluruh Israel dan Yehuda.[7]
Sinkronnya catatan Alkitab mengenai Asyur dan Babilonia mempermudah penanggalan
kejadian-kejadian dalam kitab 2 Samuel ini. Alkitab banyak menyebutkan waktu
suatu peristiwa dengan kata-kata “pada tahun ke … raja … memerintah”, kejadian
yang dapat dikaitkan dengan kronologi Asyur atau Babilonia.[8] Penekanan sistem kerajaan tidak lepas dari sorotan penulis kitab, di
mana pelaksanaan sistem kerajaan dalam bangsa Israel tidak dapat dilepaskan
dari kesetiaan kepada Tuhan dan ketaatan pada perjanjian-Nya.[9]
Namun, sepanjang masa pemerintahannya selama 40 tahun, 20 tahun pemerintahannya
masuk ke dalam babak yang menyedihkan karena dosa besar Daud.[10]
Tema-tema
yang dibahas dalam 2 Samuel adalah kumpulan kisah pemerintahan Daud.
1. Keberhasilan
Daud yang luar biasa dibahas dalam 2 Samuel 1-10.
2. Daud
melakukan pelanggaran sehingga jabatannya sebagai raja yang mempermalukan
dirinya dibahas dalam 2 Samuel 11-12:1:14.
3. Tahun-tahun
Daud menuai akibat dosa-dosa dibahas dalam 2 Samuel 2:1-15-20:26.
4. Tahun-tahun
terakhir Daud sebagai raja dibahas dalam 2 Samuel 21-24.
Tujuan dari 2 Samuel melanjutkan
sejarah yang sifatnya teokratis kerajaan Israel dan nubuat. Kitab ini
mengilustrasikan dari kehidupan pribadi dan pemerintahan Daud sebagai
syarat-syarat perjanjian sebagaimana dikemukakan Musa dalam kitab Ulangan:
ketaatan pada perjanjian menghasilkan berkat Allah; pengabaian hukum Allah
mengakibatkan kutukan dan hukuman (lihat Ulangan 27:1-30:20).
Perlu
diperhatikan bahwa 1 Samuel meliputi sejarah selama hampir satu abad, dari
kelahiran Samuel hingga kematian Saul (sekitar tahun 1105-1010 SM). Dalam
sejarah yang dicatat dalam kitab 1-2 Samuel, kegagalan manusia sebagai para
pemimpin menjadi tema utama. Dalam 1 Samuel dapat dilihat, ada kisah yang
paling dramatis dari semua yaitu kegagalan Saul. Meskipun potensi yang tampak
dalam 1 Samuel 10:23-24, kemampuan yang luar biasa (lihat, misalnya, dalam 1
Samuel 11:11) dan pencapaian-pencapaian penting (dirangkum dalam 1 Samuel 14:47,
48), Saul adalah bencana sebagai raja umat Allah.
Kitab 2 Samuel
diisi dengan kisah kehidupan Daud sebagai raja atas seluruh Israel. Kepada
Daudlah Allah berkenan dan mengikat janji tentang kejayaan kerajaannya, dan
tidak dipungkiri juga ada cerita mengenai kelemahan Daud.[11] Kitab 2 Samuel mencatat peristiwa-peristiwa penting pemerintahan
Daud selama 40 tahun (sekitar 1010-970 SM),
termasuk perebutan Yerusalem dari suku Yebus dan penetapannya sebagai pusat
politik dan keagamaan Israel. Hidupnya ada di tengah-tengah kurun waktu
kehidupan Abraham dengan Yesus Kritus. Titik pusat dalam 2 Samuel tercatat
dalam pasal 11 yang mencatat dosa Daud yang tragis melibatkan Batsyeba dan
suaminya Uria. Nabi yang mencatat sejarah kitab ini menekankan bahwa sekalipun
perzinahan dan pembunuhan oleh Daud telah dilakukan dengan diam-diam. Dosa itu
dihukum secara terang-terangan oleh Allah pada setiap tingkatan Daud baik
secara pribadi maupun keluarga. Kitab 2 Samuel juga mencatat sebuah prinsip
kepemimpinan yang penting dan abadi dalam kerajaan Allah. Ketika makin besar
perkenaan dan urapan Allah atas hidup sang pemimpin, maka semakin besar pula
hukuman Allah apabila melakukan pelanggaran moral dan etis. Meskipun di dalam
Alkitab Daud dipuji sebagai orang yang berkenan kepada Allah akan tetapi
perkenan Allah juga dapat menjadi hukuman dan berkat-berkat Allah menjadi
kutukan ketika Daud berbuat dosa, ini juga tercantum dalam peringatan Musa
kepada bangsa Israel (lihat Ulangan 28:1-31). Di dalam kitab ini menggambarkan
beberapa pasal yang menggambarkan dampak dari dosa yang terjadi atas keluarga
dan seluruh negeri (pasal 12-21) yang menggambarkan betapa terikatnya
kesejahteraan seluruh bangsa dan keadaan rohani dan moral pemimpinnya. Di dalam
kitab ini tentu saja menyoroti tentang pelajaran moral, di mana keberhasilan
dan kemakmuran sering mendatangkan kelemahan moral. Kehidupan dan pemerintahan
Daud yang dipandang terhormat sekalipun tercemar karena perzinahan dan
pembunuhan ketika ia berhasil mencapai puncak ketika ia menjadi raja.[12]
c. Kitab 2 Samuel 2:1-25 secara
naratif
Perlu
diperhatikan bahwa ada alasan mengapa di perikop ini Daud ditegur oleh Natan.
Itulah mengapa ketika menafsir diperlukan melihat teks sebelumnya untuk melihat
ada atau tidak keterhubungan dengan teks selanjutnya. Mengutip jurnal yang
ditulis oleh Randal C. Bally, ia mencatat kesamaan yang dapat ditemukan antara
narasi 2 Sam 11 dan 2:12-25 dengan 1 Raja 1-2. Bally menunjuk ke penampilan
karakter serupa di kedua bagian dan keberadaan tema.[13]
Allah
adalah sumber segalanya di dalam kehidupan alam semesta ini. Salah satu hal
yang bersumber dari Allah ialah kekuasaan. Allah memberikan manusia kekuasaan
lebih dari ciptaan yang lainnya. Ia memberikan kekuasaan agar digunakan untuk
mengelola seluruh ciptaan-Nya di bumi ini (Kejadian 1:28). Meskipun Allah memberi
kekuasaan kepada manusia atas segala ciptaan-Nya yang lain, tetapi kekuasaan
yang dimiliki manusia terbatas, tidak sama dengan kekuasaan yang dimiliki oleh
Allah. Dengan kekuasaan yang dipercayakan kepadanya itu, manusia harus
menggunakan kekuasaan itu dengan bertanggung jawab. Daud sebagai tokoh yang
mendapatkan kekuasaan. Kekuasaan yang bersumber dari Allah. Kekuasaan yang
diberikan ialah kekuasaan untuk memimpin bangsa Israel, umat pilihan Allah.
Daud berasal dari suku Yehuda, ayahnya bernama Isai dan tinggal di Betlehem.[14] Daud merupakan anak bungsu di dalam
keluarganya, dan ia adalah seorang pengembala domba.
Dalam
masa kepemimpinannya, Daud mengalahkan lebih banyak bangsa daripada Saul. Sama
seperti Saul, Daud merupakan seorang yang mengandalkan Tuhan dalam
perbuatan-perbuatan besar yang akan dilakukannya. Salah satu buktinya dapat
kita lihat dalam 2 Samuel 2:1, terlihat ada percakapan antara Daud dan Tuhan di
mana Daud meminta petunjuk kepada Tuhan tentang apa yang harus dilakukannya.
Daud memimpin dengan kerendahan hati, hal ini terlihat dari ucapan Daud dalam
pesannya (2 Samuel 2:5-7) di mana ia berbicara dengan penuh kasih. Ia pun bukan
seorang pemimpin yang pendendam. Hal ini dapat dibuktikan dalam 2 Samuel 9 yang
menujukkan kasih dan penepatan janji Daud kepada keluarga Saul yang ingin
membunuhnya dahulu, meskipun salah satu faktornya ialah janjinya kepada
Yonathan, sahabatnya. Daud digambarkan sebagai sorang raja yang pintar dan
bijaksana. Saat ia jatuh ke dalam dosa, ia tidak mau semakin tenggelam dalam
dosa itu. Daud datang kepada Tuhan dan mengakui dosa-dosanya. Hal ini
memperlihatkan kebesaran hati Daud, seorang raja besar yang tidak malu untuk
mengakui kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya.[15]
Daud mau mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya (2 Samuel 12:13).
Daud
pun tidak luput dari kekurangan, meskipun ia dipandang sebagai raja yang ideal.
Pertama, kurang baiknya kehidupan keluarga Daud. Kisah Amnon, Tamar dan Absalom
dalam 2 Samuel 13, dan kisah Absalaom dengan Daud menunjukkan bahwa Daud bukan
seseorang yang mampu memimpin keluarga dengan baik. Kedua, lemah untuk melawan
hawa nafsunya. Hal ini dilihat dari bagaimana ia menyuruh Batsyeba tidur
dengannya, sedangkan Batsyeba ialah isteri dari Uria, prajuritnya sendiri dan
Daud membunuh Uria.
Kejayaan
Daud selama masa pemerintahannya tak membuatnya luput dari kesalahan. Sampai
pada 2 Samuel 10, penulis kitab memperlihatkan Daud sebagai seorang raja yang
ideal. Kini pada pasal 11, penulis kitab memperlihatkan sisi buruk seorang
Daud. Pertemuan Daud dan Batsyeba menjadi satu catatan buruk tentang Daud. Daud
yang tak sengaja melihat Batsyeba dari atas sotoh istana, jatuh cinta kepada
Batsyeba dan meminta agar Batsyeba tidur dengannya lalu mengandunglah Batsyeba.
Batsyeba merupakan isteri dari Uria, seorang prajurit Daud. Ketika diketahui
Daud bahwa Batsyeba mengandung, maka Daud mulai berpikir bagaimana cara untuk
menutupi bahwa anak yang dikandung Batsyeba adalah anaknya. Pertama-tama Daud
meminta Uria untuk pulang kerumahnya, tetapi Uria tidak pulang ke rumahnya.
Kemudian dibuat mabuklah Uria oleh Daud ketika mereka makan dan minum bersama,
namun Uria tidak pergi tidur di rumahnya, tetapi tidur bersama hamba-hambanya.
Sampai pada akhirnya Daud mengambil keputusan untuk membunuh Uria dengan cara
meletakkan ia dibarisan paling depan dalam peperangan, dan Uria pun mati dalam
pertempuran. Terdengarlah sampai ketelinga Batsyeba bahwa Uria, suaminya itu
sudah mati, dan merataplah Batsyeba. Setelah lewat hari berkabung, Daud
menyuruh Batsyeba ke rumahnya dan menjadi istrinya. Batsyeba melahirkan seorang
anak laki-laki. Perbuatan Daud adalah jahat di mata Tuhan (11:27), tetapi Tuhan
masih menunjukkan belas kasihan kepada Daud. Melalui Natan, Tuhan menegur Daud
bahwa perbuatannya tak berkenan di mata Tuhan. Daud menyesali perbuatannya,
meskipun demikian Tuhan tidak menghilangkan hukuman-Nya. Daud luput dari kematian,
tetapi anak yang dikandung Batsyebalah yang akan mati sebagai gantinya. Setelah
kematian anak pertamanya dengan Batsyeba, Daud dikaruniai lagi seorang anak
laki-laki yang dinamainya Salomo. Tuhan mengasihi Salomo, dengan perantaraan
nabi Natan, Tuhan menyuruh Daud menamakan anak itu dengan nama Yedija, oleh
karena Tuhan (12:25).
Kisah
Daud dan Batsyeba dan akibat dari perbuatan Daud yang mendatangkan hukuman bagi
Daud adalah titik balik yang hebat dari seluruh kisah Daud. Sepertinya
pengarang kitab telah menarik diri semua perhentian seni narasinya yang luar
biasa untuk mencapai realisasi yang cemerlang episode yang sangat penting ini.
1.
Penjelasan
secara implisit
Ayat
1: Allah mengirim Natan kepada Daud. Melalui Natan sebuah perumpamaan
dititipkan. Ada cerita dibalik ini. Di mana pada pasal sebelumnya, pasal 11,
Daud telah mengambil Batsyeba istri Uria. Uria telah dibunuh oleh Daud. Perumpamaan
tersebut dari Allah, yang berbicara tentang dua orang yaitu orang kaya dan
orang miskin.
Ayat
2: melanjutkan perumpamaan sebelumnya bahwa seorang yang kaya memiliki banyak
sekali kambing domba dan lembu sapi.
Ayat
3: berbicara tentang seorang miskin yang hanya mempunyai seekor domba betina
yang kecil, pemiliknya sangat menyanyangi domba betina ini dan memperlakukannya
seperti anak perempuannya sendiri. Anak domba itu makan dan minum dari tangan
dan piala pemiliknya sendiri, anak domba tidur dipangkuan pemiliknya.
Ayat
4: Orang kaya tadi menerima tamu, bukanlah tamu istimewa, di dalam ayat ini
juga dikatakan bahwa tamu tersebut adalah seorang pengembara. Orang kaya ini
tidak rela jika ia harus melayani sang pengembara tersebut dengan memberi dan
memasak kambing domba dan lembu sapi miliknya sendiri. Orang kaya ini kemudian
mengambil anak domba betina milik orang miskin dan memasaknya lalu memberi
makan si pengembara tersebut. Perumpaan Allah yang disampaikan kepada Daud
lewat Natan berhenti pada ayat ini.
Ayat
5: mendengar perumpamaan yang disampaikan Natan kepada Daud, kemudian Daud
menjadi marah dan geram lalu berkata: “Demi Tuhan yang hidup: orang yang
melakukan itu harus dihukum mati. Pada ayat ini respon Daud menunjukkan bahwa
sesungguhnya ia juga merasa tidak senang akan ketidakadilan dan perbuatan yang
tidak benar.
Ayat
6: Daud masih melanjutkan perkataannya “Dan anak domba betina itu harus dibayar
empat kali lipat, karena ia telah melakukan hal itu oleh karena ia tidak kenal
belas kasihan. Respon pada ayat ini Daud juga bicara soal belas kasihan.
Menunjukkan bahwa ia mampu menempatkan posisinya pada posisi orang kaya dan
posisi orang miskin dari perumpamaan tersebut.
Ayat
7: Natan membalas respon Daud dan sepertinya tidak semua perkataan itu juga
adalah perkataan Allah, “Engkaulah orang itu!” inilah adalah perkataan Natan.
Seolah Natan juga mengerti maksud dari perumpamaan Allah tersebut, Daud telah
berbuat salah. Dilanjutkan kemudian dengan maksud dari Allah lewat perumpamaan,
“Beginilah firman Tuhan, Allah Israel: Akulah yang mengurapi engkau menjadi
raja atas Israel dan Akulah yang melepaskan engkau dari tangan Saul.”
Ayat
8: masih melanjutkan maksud dari perumpamaan Allah, “Telah Kuberikan isi rumah
tuanmu kepadamu dan isteri-isteri tuanmu ke dalam pangkuanmu. Aku telah
memberikan kepadamu kaum Israel dan Yehuda; dan seandainya ini belum cukup,
tentu Kutambah lagi ini dan itu kepadamu.” Sudah sangat jelas bahwa Daud sangat
berkelimpahan terlebih lagi ia adalah seorang raja. Natan juga sadar akan
keadaan Daud ini. Itulah sebabnya ia mengatakan pada ayat sebelumnya,
“Engkaulah orang itu!”. Pada ayat ini juga, saya merasa bahwa Allah melegalkan
raja dapat memiliki istri banyak. Dikatakan ‘isteri-isteri’, ini objeknya
berarti jamak (lebih dari satu).
Ayat
9: ayat ini mau mengungkapkan apa yang telah dilakukan oleh Daud sehingga Allah
mengirim Natan kepadanya. Daudlah yang sama dengan seorang kaya dalam
perumpamaan yang disampaikan. Daud telah membunuh Uria, orang Het. Pada pasal
11 telah diceritakan bahwa sesungguhnya Uria adalah seorang hamba juga prajurit
Daud, terbukti ketika ia dipanggil menghadap Daud, ia pergi. Statusnya sebagai
orang Het berarti putra Kanaan yang disebutkan dalam urutan kedua.
Ayat
10: ungkapan pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya mau
menunjukkan bahwa Tuhan juga menghukum Daud dan keturunannya pun terkena
dampaknya Dalam 2 Samuel
12:7-9 Tuhan menyatakan betapa besar Dia telah memberkati Daud. Tuhan
memberikan segala hal untuk dinikmati oleh Daud. Tuhanlah sumber berkat-berkat
yang berkelimpahan bagi Daud dan Daud menghina Tuhan dengan mengambil apa yang
Tuhan tidak berikan untuk dia. Tuhan memberikan kepada setiap orang apa yang
boleh dia nikmati di dalam Tuhan. Tuhan memberikan beberapa hukuman bagi Daud.
Yang pertama adalah kematian tiga orang anaknya karena pedang (empat orang jika
ditambah dengan anak yang diberi penyakit oleh Tuhan pada ayat 14, seperti yang
dikatakan sendiri oleh Daud dalam ayat 6). Inilah yang dimaksudkan dengan
pedang yang tidak akan meninggalkan keturunan Daud.
Ayat 11: masih merupakan kelanjutan dari
perkataan Allah soal hukuman yang ditimpakan kepada Daud, kali ini keluarganya
juga terkena dampak akibat perbuatan Daud. Sebelumnya Daud telah mengambil
Batsyeba dari Uria, kemudian Daud akan mengalami hal yang sama atas
perbuatannya. Isteri-isteri Daud akan diambil daripadanya. Sekali lagi, saya
mengira Daud memiliki lebih dari satu isteri.
Ayat 12: ayat ini merupakan puncak dari
perkataan Allah tentang hukuman terhadap Daud. Jikalau sebelumnya Daud,
mengambil Batsyeba secara diam-diam. Kali ini Allah akan menunjukkan jika
isteri-isteri Daud diambil oleh orang lain, kebalikannya, Allah akan
melakukannya secara terang-terangan, di depan seluruh orang Israel.
Ayat 13: Daud menyesal dan mengakui
perbuatannya, di hadapan Natan. Respon Natan adalah respon Allah, sebagaimana
Allah yang maha pengampun. Natan menjawab Daud “Tuhan telah menjauhkan dosamu
itu, engkau tidak akan mati.”
Ayat 14: merupakan kelanjutan perkataan
Allah melalui Natan, resiko yang akan dialami Daud, anaknya akan mati. Anak
yang lahir Batsyeba. Ini adalah hukuman karena menista Tuhan.
Ayat 15: Natan kembali ke rumahnya, akan
tetapi ayat ini mau menggambarkan Allah belum selesai dengan Daud. Allah
sendiri menulahi anak yang dikandung Batsyeba, bekas isteri Uria, sehingga anak
yang dilahirkan menjadi sakit.
Ayat 16: Daud menyesal dan memohon kepada
Allah untuk anak yang dilahirkan Batsyeba. Situasi yang rumit, kalimat “...dan
apabila ia masuk ke dalam, semalam-malaman itu ia berbaring di tanah.” Tanah di
sini apakah maksudnya lantai? Karena kata-kata masuk ke dalam memang tidak
jelas masuk ke arah mana.
Ayat 17: di ayat ini merupakan
kebalikannya, ketika para tua-tua datang kepadanya dan meminta ia bangun, kata
yang tertulis ialah “lantai”. Akan tetapi Daud tidak ingin, ia juga tidak mau
makan bersama dengan tua-tua yang datang padanya.
Ayat 18: anak yang dilahirkan Batsyeba telah
mati, pada hari yang ketujuh. Para pegawai Daud yang telah tahu akan hal ini
takut memberitahukan kepada Daud. Tampaknya karena memang saat anak itu masih
hidup pun Daud acuh dan tidak peduli dengan anak tersebut, apalagi kalau sudah
mati. Dikarenakan perkataan Allah dan Daud percaya akan hal itu sehingga Daud
sebenarnya sudah tahu akan hal kematian anaknya tersebut.
Ayat 19: Daud melihat apa yang
dibicarakan oleh para pegawainya sehingga Daud bertanya dan mau menkonfirmasi
apakah anaknya itu telah mati. Para pegawai itu menjawab Daud dan mengatakan
benar anaknya telah mati.
Ayat 20: Daud masih berbaring, ayat
sebelumnya Daud bertanya, berarti Daud tidak bangun sama sekali. Ia seperti
orang merana dan tidak punya semangat hidup. Namun di ayat ini Daud bangun dari
lantai, lalu pergi mandi dan berganti pakaian. Kemudian datang lagi kepada
Tuhan lalu sujud menyembah, kembali ke rumahnya lalu makan roti.
Ayat 21: sikap Daud pada ayat sebelumnya
mengundang heran bagi para pegawainya. Mengapa bisa Daud bersikap tidak sesuai
dengan keadaan saat itu, bangun dari tempatnya dan pergi makan.
Ayat 22: jawaban Daud atas pertanyaan
para pegawainya “Selagi anak itu hidup, aku berpuasa... siapa tahu Tuhan
mengasihani aku sehingga anak itu tetap hidup...” Alasan Daud mau menunjukkan
bahwa ia benar mengakui bahwa ia telah bersalah dan menyesali perbuatannya lalu
meminta belas kasihan Tuhan.
Ayat 23: kelanjutan dari pernyataan
sebelumnya anaknya telah mati lalu untuk apa berpuasa, masuk akal. Anak itu
telah diambil oleh Tuhan dan tidak akan kembali lagi.
Ayat 24: Daud tidak berlarut dalam
kesedihannya, ia datang lagi kepada istrinya Batsyeba. Menunjukkan bahwa
Batsyeba seperti isteri sah Daud. Akan tetapi tidak dikatakan bahwa Daud
menikahinya, Daud menghampiri Batsyeba kemudian tidur lagi dengan dia. Untuk
kedua kalinya Batsyeba mengandung dan melahirkan anak bagi Daud. Salomo adalah
nama pemberian dari Daud kepadanya anak keduanya itu. Tuhan juga demikian
mengasihi anak ini.
Ayat 25: Natan kembali dikirim oleh Allah
untuk memberikan nama anak itu Yedija. Ini adalah permintaan Tuhan sendiri.
2.
Narator
Narator adalah pembicara yang tidak tampak dalam teks,
khususnya dalam bagian-bagian dari teks yang diselidiki. Narator mengisahkan
suatu cerita dan kadang menjelaskan maksudnya. Narator juga berkedudukan di
segala tempat dalam mengutarakan ceritanya. Narator bertindak sebagai pencerita
yang memahami segala tempat, segala keadaan, dan kondisi semua karakter yang
ada dalam narasi.
Narator ingin menyampaikan konsep
teologis dari teks 2 Samuel 12:1-25 ini. Pada bagian penjelasan yang implisit sebelumnya
terdapat tafsiran teks 2 Samuel 12:1-25 secara khusus. Nama narator dalam 2
Samuel 12:1-25 tidak disebutkan. Bagaimana karakternya pun tidak disebutkan. Narator
berbicara dalam diri orang ketiga. Artinya sang narator tahu betul bagaimana
kejadian dan situasi yang terjadi, narator juga mengetahui pembicaraan dan
sifat dari semua karakter. Narator menceritakan kisah dalam 2 Samuel 12 ini dengan
sangat dramatis.
3.
Sudut Pandang
a.
Dimensi psikologis: Pengarang teks 2
Samuel 12:1-25 memaparkan gagasan dan perasaan Daud yang marah pada ayat 15-16.
Perasaan menyesal pada ayat 13, pada ayat 20 juga menggambarkan perasaan Daud
yang menyesal dengan datang lagi kepada ke bait Allah.
b.
Evaluasi atau ideologi: Di dalam teks
ini diungkapkan Daud menyesal setelah Natan mengatakan bahwa dialah seorang
kaya yang ada dalam perumpamaan yang disampaikan Natan pada ayat 7. Daud
kemudian memohon belas kasihan Tuhan dengan berpuasa sekiranya Tuhan mengampuni
ia, pada ayat 16. Daud berpengharapan kembali (ayat 20), menghibur Batsyeba
(ayat 24).
c.
Perspektif ruang para narator: Dalam
peristiwa di teks 2 Samuel 12:1-25 ini narator tidak menjelaskan keterhubungan
atau relasi antara si miskin dan si kaya. Bagaimana mungkin? Seorang kaya
langsung bisa mengambil anak domba betina milik si miskin, jikalau rumah
keduanya tidak berdekatan (ayat 4). Mungkin terjadi jika memang si miskin
adalah hamba dari orang kaya tersebut. Maka akan memang sinkron dengan kejadian
bahwa Uria, orang Het adalah seorang hamba atau prajurit dari raja Daud.
d.
Perspektif ruang dan waktu:
mempertimbangkan suatu aksi dari suatu cerita dari sudut pandang sekarang atau
dari waktu mendatang. Natan sebagai perpanjangan lidah Allah, ia tentu saja
telah mengetahui maksud Allah. Bahwa Daud tidak akan mati, tetapi keturunan
dari Batsyeba yang pertama akan mati (ayat 14).
e.
Sudut pandang penyusunan kata: Hal ini
berkaitan dengan dialog atau pidato dalam suatu narasi. Hampir keseluruhan teks
adalah sebuah dialog, kecuali ayat 15-16 dan 24-25.
4.
Setting
(waktu, tempat)
Setting waktu
adalah rangkaian peristiwa yang terjadi pada waktu itu. Tidak dikatakan secara
jelas kapan mulainya Daud berpuasa. Disebutkan bahwa anak yang dilahirkan
Batsyeba mati pada hari yang ke-7 (ayat 18). Tempat yang disebutkan merujuk
kepada kediaman Daud (ayat 17), juga rumah Tuhan (ayat 20). Terdapat juga soteriologi (penyelamatan)
dalam teks: Awalnya Tuhan memberi hukuman kepada Daud karena menghina
Tuhan namun setelah itu mengampuni Daud
dan memberikan ganti dari anak pertama yang mati.
5.
Alur/plot
Alur yang terdapat dalam teks 2 Samuel 12:1-25 ini
bergerak mundur-maju. Dimulai dengan perumpamaan yang berusaha mengungkit
kembali kejadian yang dilakukan Daud di masa lampau (ayat 1-4). Ini adalah awal
yang menjadi pembuka. Terdapat respon dari Daud dan dialog antara Natan dan
Daud (ayat 5-14). Setelah dialog reaksi Daud setelah percakapan keduanya, Daud
menyesal, berpuasa, berpengharapan kembali (15-25).
6.
Karakterisasi
Natan: Punya pengaruh besar dalam kehidupan Daud. Seorang
Nabi. Ia menegur Daud karena tingkah Daud yang menyimpang kepada Batsyeba.
Daud: Dalam bahasa Ibrani, dawid. Asal usulnya menyamakan dengan suatu kata Babel kuno.
Artinya kepala yang memimpin. Anak bungsu Isai, suku Yehuda, dan raja Israel
kedua. Dalam Kitab Suci Daud adalah satu-satunya yang memakai nama itu.[16]
Daud adalah orang yang penuh gairah, keyakinan, dan optimisme. Dia menghadapi
banyak pergumulan dan kesulitan pribadi, selain tantangan terhadap
kepemimpinannya. Sering kali kesulitannya tampak sangat luar biasa, memberinya
sedikit peluang untuk bertahan hidup, namun Daud tidak menyerah. Kekuatan
batinnya dan pandangan optimisnya untuk masa depan yang cerah datang dari
pengetahuannya bahwa ia tidak sendirian. Faktanya, optimisme memberi seorang
pemimpin oktan tinggi yang dia butuhkan untuk melanjutkan ketika semua tampak
hilang. Situasi ketika masa-masa sulit, optimisme seorang pemimpin memberi
harapan, membangkitkan semangat, dan membangun kekuatan pada orang lain. Daud
memiliki hati yang menyesal. Setiap kali ia merasa hancur, dia selalu berlari
kepada Allah untuk bertobat. Dia membawa tongkat Allah (otoritas) dengan berani.
Sepanjang masa pemerintahannya, Daud menunjukkan kualitas standar moral yang
tinggi.
Uria: orang Het, suami Batsyeba, dibunuh atas perintah Daud
(2 Samuel 11:2-27). Dari namanya ia adalah penganut agama Ibrani (bdn 2 Samuel
11:11). Orang yang bertanggung jawab dan setia, sangat berbanding terbalik
dengan tuannya raja Daud, ketika raja Daud memerintahkan agar Uria ditempatkan
di barisan pertama dalam pertempuran yang hebat (2 Samuel 11:15).
Batsyeba: istri Uria, ia ikut serta dengan
suaminya dalam pengepungan kota. (2 Samuel 11:1-2). Daud kawin dengan Batsyeba.
Akan tetapi, menurut saya istri Uria ini juga yang melakukan zinah dengan Daud,
karena tidak ada kata penolakan dari Batsyeba sendiri.
d.
Hedonisme
dalam 2 Samuel 12:1-25
Kata
'hedonisme' berasal dari bahasa Yunani kuno untuk 'kesenangan'. Ahli psikolog
hedonisme mengklaim bahwa hanya kesenangan atau rasa sakit adalah yang
memotivasi kita. Hedonisme mengklaim bahwa hanya kesenangan yang memiliki nilai
dan ketidaksenangan atau rasa sakit tadi tidak memiliki nilai. Alam telah
menempatkan umat manusia di bawah pemerintahan dua tuan yang berdaulat, sakit,
dan senang. Diri kita sendiri yang menunjukkan apa yang harus kita lakukan,
serta menentukan apa yang akan kita lakukan.” Secara umum, kesenangan dipahami
secara luas di bawah ini, termasuk atau termasuk dalam semua perasaan atau
pengalaman yang menyenangkan: kepuasan, ekstasi, kegembiraan, kenikmatan,
euforia, kepuasan, syukur, kesukaan, suka, cinta, kelegaan, kepuasan, ketenangan,
dan sebagainya.[17]
Hedonisme
adalah bisa dikatakan sebagai konsumerisme, suka hal-hal yang mewah, bukan
hanya itu saja. Seperti yang saya ungkapkan dalam penjelasan sebelumnya bahwa
mencari kepuasan dalam seksualitas juga adalah hedonisme. Mari melihat kembali
keterhubungan dengan teks 2 Samuel 12:1-25.
e. Implied Reader
Semua
orang dapat belajar dari kisah ini kalau hidup itu hanya titipan. Semuanya
adalah pemberian Tuhan. Tuhan dapat mengambilnya dari manusia kapan saja.
Hedonisme berujung pada keserakahan, diharapkan orang tidak menjadi serakah,
tidak membuang makanan, mubazir, tidak mengingkan yang tidak perlu bagi hidup,
tidak mementingkan kesenangan pribadi. Jika orang percaya, dihadapkan dengan
dosanya, lalu menyesal dan mengakuinya. Maka bukan hal yang mustahil manusia
kembali diperbaharui. Layaknya Daud, Allah turut campur tangan dalam
kehidupannya dan kehidupan keluarganya.
e. Refleksi teologis terhadap 2 samuel
2:1-25
Menegur orang lain kadang kala bukanlah hal yang
mudah. Menyatakan kebenaran dan bersikap
tegas seperti nabi Natan? Banyak orang akan memilih melakukan kompromi
dengan dirinya terlebih dahulu atau menutup mata ketika melihat orang-orang
yang melakukan perbuatan yang menyimpang dari yang seharusnya. Tuhan
dapat menggunakan orang lain untuk mengingatkan siapa saja yang terbelenggu dalam
dosa. Salah satu cara Tuhan agar manusia dapat sadar dari sifatnya dan
hakikatnya lemah, khilaf dan akan terus melakukan salah. Pengalaman-pengalaman
hidup yang sifatnya hedonisme telah terjadi kepada setiap orang di muka bumi
ini. Dalam keadaan yang kian menggoda inilah, seharusnya manusia dapat
mengontrol keinginan daging masing-masing pribadi. Belajar banyak dari
pengalaman Daud. Ia mengaku dosanya dan memohon belas kasih Allah dan Allah
mengampuninya. Kemudian memberikan berkatnya kembali dengan kehadiran seorang
anak bernama Salomo.Setidaknya dalam sejarah, keburukan Daud hanyalah ini. Sehingga
memang citranya sebagai raja menjadi tercoreng.
1.3.
Penutup
Kesimpulan
Kitab
2 Samuel merupakan lanjutan dari kitab 1 Samuel yang diakhiri dengan kisah
kematian Saul. Sepanjang kitab 2 Samuel ini, pembaca akan dibawa melihat
bagaimana sejarah empat puluh tahun pemerintahan raja Daud, pengganti Saul.
Kehidupan yang damai dan adil diciptakan oleh Daud selama ia memerintah. Banyak
perubahan besar secara fisik dibangun oleh Daud. Kejayaan pemerintahan Daud
selama empat puluh tahun menjadikan ia sebagai raja yang ideal. Penyertaan
Tuhan sangat terlihat selama pemerintahan Daud. Kemenangan-kemengan dan
kemajuan bangsa Israel menjadi buktinya, terlebih lagi ia menjadikan Kerajaan
Israel Raya, mempersatukan dua wilayah yang telah terpecah sebelumnya.
Persekutuan umat kepada Allah pun sangat diperhatikan oleh Daud. Begitu banyak
karya Daud selama masa pemerintahannya atas bangsa Israel. Perubahan-perubahan
yang dilakukan Daud tak pernah dipikirkan oleh Saul sebelumnya. Citra yang baik
dalam diri Daud tak menjadikan ia luput dari kesalahan. Dalam kehidupannya Daud
pun melakukan hal yang jahat di mata Allah. Namun, karena perkenanan Allah
kepada Daud, Ia memberkati keturunannya.
Teks 2 Samuel
12:1-25. Natan seolah menjadi pengingat bagi Daud agar Daud menghukum dirinya
sendiri. Orang miskin itu ialah Uria dan domba itu adalah Batsyeba. Orang kaya
itu tidak lain kecuali Daud yang mempunyai banyak isteri namun merampas isteri
Uria.
Turun tangan nabi Natan ini agaknya
tidak terdapat dalam cerita asli. Dalam 2 Samuel 12:22 nampaknya Daud tidak
tahu bahwa anaknya harus mati, meskipun tidak jelas dikatakan Natan, 2 Samuel
12:14. Tetapi cerita asli dan tambahan ini sama usianya. Dua-duanya
mengungkapkan pengajaran yang sama: kejahatan Daud sungguh terkutuk, tetapi
karena dan bertobat raja diampuni oleh Allah. Dengan perumpamaan dari Allah,
diceritakan tentang orang kaya dan miskin. Natan menggambarkan kehidupan
gembala miskin, hidup sederhana dan hanya memiliki seekor anak domba. Ia
memperlakukan domba itu seperti anak perempuannya sendiri. Celakanya, meskipun
orang kaya itu memiliki banyak domba, saat ia memerlukan daging untuk makan
siangnya, ia “mengambil” anak domba betina milik si miskin. Spontan Daud
menyatakan bahwa orang kaya itu harus dihukum mati. Segera sesudah Daud
mengungkapkan kemarahan dan tindakan yang harus diambil, Natan menempatkan Daud
dalam kisah itu. Ia juga merampas istri Uria, Batsyeba. Natan menghardik Daud,
dan menyampaikan firman Allah kepada Daud, suatu khotbah penghukuman, melewati
Natan Allah menyampaikan kalimat yang dramatis. Daud telah memiliki segalanya
namun masih belum cukup ia rasa.
Sikap hidup hedonisme juga tergambar
dalam perjanjian pertama. Seorang raja sekalipun yang sudah memiliki semuanya,
rakyat, kekayaan, tapi sikap tidak puas memang merupakan hakikatnya seorang
manusia. Akan tetapi sangat bijak jika seseorang dapat mengendalikan dirinya,
memperlakukan hidupnya sesuai dengan kebutuhan. Merasa cukup dan bersyukur atas
apa yang telah Tuhan sediakan. Kisah dalam 2 Samuel 12:1-25 juga menggambarkan
sikap dan teladan seorang pemimpin. Daud yang adalah seorang raja seharusnya
dapat bersikap layaknya pemimpin yang tidak mempermalukan dirinya sendiri. Namun
dibalik itu, Daud disadarkan oleh karena Tuhan. Bagi konteks sekarang, sebagai
kaum minoritas, kualitas seorang pemimpin Kristen sangat diuji. Oleh sebab itu,
tunjukkanlah bagaimana pemimpin Kristen mampu memimpin dengan benar yang
bepusat dan berlandaskan kasih Yesus Kristus.
Daftar Pustaka
Alkitab:
_______.
Alkitab Terjemahan Baru. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,
2014.
Buku:
Alexander Didi Tarmedi, Petrus. Analisis
Naratif Sebuah Metode Hermeneutika Kristiani Kitab Suci. Bandung: Department of Philosophy
Parahyangan Catholic University, 2013.
Baxter,
J. Sidlow. Menggali Isi Alkitab 1 Kejadian-Ester. Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF,
2007.
Coote,
Robert B. Sejarah Deuteronomistik Kedaulatan Dinasti Daud atas Wilayah
Kesukuan Israel. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015.
Hayes,
John H. dan Carl R. Holladay. Pedoman Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2006.
Howard,
David Jr. Kitab-Kitab Sejarah Dalam Perjanjian Lama. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2002.
LaSor,
W. S., D. A. Hubbard dan F. W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama 1 Taurat dan Sejarah. Jakarta : BPK Gunung
Mulia, 2001.
Ludji,
Barnabas. Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 1 Untuk Sudi Kritis.Bandung :
Bina Media Informasi, 2009.
Bally, Randall C. David in Love and War: The Persuit of Power in 2 Samuel 10-12. SOT
Press Sheffield, 1990.
Snoek, I. Sejarah Suci. Jakarta :
BPK Gunung Mulia, 2004.
Artikel dan Internet
Alkipedia.
Kamus
Alkitab.
[1] John H. Hayes dan
Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2005), 51.
[3] Petrus Alexander Didi Tarmedi, Analisis Naratif Sebuah Metode Hermeneutika Kristiani Kitab Suci (Bandung: Department of
Philosophy Parahyangan Catholic University, 2013), 338.
[5] W. S. Lasor, dkk, Pengantar
Perjanjian Lama 1 Taurat dan Sejarah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 270-271.
[6] David Howard Jr, Kitab-Kitab
Sejarah Dalam Perjanjian Lama (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2002),
182.
[7] J. Sidlow Baxter, Menggali
Isi Alkitab 1 Kejadian-Ester (Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF, 2007), 318.
[8] David Howard Jr, Kitab-Kitab
Sejarah Dalam Perjanjian Lama…182.
[9] David Howard Jr, Kitab-Kitab
Sejarah Dalam Perjanjian Lama…181.
[10] J. Sidlow Baxter, Menggali
Isi Alkitab 1 Kejadian-Ester…319.
[11] Robert B. Coote, Sejarah
Deuteronomistik: Kedaulatan Dinasti Daud atas Wilayah Kesukuan Israel
(Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015) 4-12.
Sheffield, 1990), 35.
[14] I. Snoek, Sejarah
Suci (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 120.
[15] Barnabas Ludji, Pemahaman
Dasar Perjanjian Lama 1 Untuk Sudi Kritis (Bandung: Bina Media Informasi,
2009), 159-160.
[17] Stanford Encyclopedia
of Philosophy, "Hedonism”, 19.32
https://plato.stanford.edu/entries/hedonism/
Komentar
Posting Komentar