Nama/ NIM : Winda Patrika Embun Sari/
50190056
Tugas Resume Teologi Agama-agama
Paul F. Knitter,
Introducing Theologies of Religions
The Acceptance Model, 173-246.
Dari kata “penerimaan”
itu sendiri, model penerimaan dapat dibayangkan adalah model yang paling rendah
hati dan yang secara positif melakukan aksi “menghargai” yang lain. Model ini
melihat perbedaan sebagai sesuatu yang harus diterima, apa adanya, kekurangan
dan kelebihan juga keunikan dari yang lainnya (other faiths). Tanpa ada unsur untuk menguasai, yang paling penting
adalah menghargai, karena aksi yang nyata dari penerimaan adalah menghargai.
Karena adanya ‘perbedaan’
maka model penerimaan berfungsi untuk bisa bertemu dengan agama-agama yang
lainnya. Biarlah agama-agama tetap berbeda tanpa
melepaskan keunikan masing-masing. Namun tetap menerima dan menghargai
kebenaran dalam setiap agama. Dalam model penerimaan diungkapkan bahwa Kristen
tidak dapat mencintai yang lain jika tidak mampu menerima. Maka jalannya adalah
biarkanlah yang lain menjadi diri mereka seutuhnya tanpa mengubah apapun yang
ada dalam diri mereka. Dalam hal ini mau ditegaskan bahwa menerima harus mampu
mentolerir dan menghargai perbedaan.
Konsep
keselamatan dari model penerimaan adalah menerima bahwa ada banyak keselamatan
di luar Kristus. Model ini merupakan satu pendekatan
terhadap agama lain yang merasa bahwa ia lebih mampu berkomunikasi dengan cara
orang masa kini untuk memahami diri mereka sendiri dan dunianya. Model
penerimaan menegaskan tentang kebenaran yang ada pada banyak agama biarlah
begitu, tidak usah diganggu gugat. Model ini berusaha menyeimbangkan kedudukan
semua agama sama. Tidak ada yang lebih spesial atau tidak ada yang lebih kurang
dari yang lain, semuanya sama-sama spesial.
Model penerimaan adalah bagian dari hukum yang
umat Kristen temukan dalam ajaran Injil, hukum untuk mengasihi, benar-benar
mengasihi sesama manusia. Bayangannya adalah nilai penerimaan yang indah, unik,
baik dan berharga satu sama lain. Model penerimaan
seolah-olah menjadi model yang agar oknum dapat belajar kepada siapa pun, di
mana pun, kapan pun dan dengan siapa pun, apa pun latar belakangnya dan
bagaimana pun caranya, asalkan itu mengajarkan dan mengingatkan pada Tuhan.
Model penerimaan menurut saya adalah
model yang paling seimbang dari semua model yang lain. Meski demikian bukan
berarti model ini tidak kritis, model penerimaan adalah tahu menempatkan
dirinya ketika dalam perbedaan. Sesungguhnya model penerimaan sangat mengerti
bahwa tidak ada dinding yang memisahkan antara satu dengan yang lain, tidaklah
perlu bagi model ini untuk mengetuk pintu/ dinding. Bagi model penerimaan
kemudian hanya butuh untuk merayakan bersama dengan ke-liyan-an yang lain. Di
sisi lain model ini juga memiliki kelemahan. Karena sifatnya yang selalu
menerima, model penerimaan kemudian membuat yang lain tetap pada prinsip,
konsep, tafsiran dan esensi teks yang ada pada mereka tidak mengalami perubahan.
Keyakinan bahwa agama yang lain semua benar dan tidak perlu dikritik.
“Kita
semua hanyalah permainan kemahakuasaan Tuhan;
Seluruh
kekuatan, seluruh kekayaan milik Dia.
Kita
para pengemis tanpa sekadar uang picisan,
Lantas
mengapa kita cari demi pengakuan, bahwa kita lebih dari yang liyan?
Tidakkah
kita berdiri sama-sama, di depan satu pintu istana yang sama?”
Jalaluddin
Rumi
Dialog
itu kan dialektika
Universilitas:
masing-masing punya tujuan tertentu
Jadi
tetangga yang baik, mendengarkan
Tidak
ada aturan main
Hasil
dr postmodern
Teologi komperatif yg pas dalam TAA:
menghormati partikularitas, kemudian menjadi teman. Saling memperkaya dan
diperkaya.
Masuk ke agama lain, tetapi mengalami
yang lain
Ada bahasa yang berbeda, justru
memperluas horizon bahasa saya dengan belajar bahasa yang lain.
Kita cocok dengan siapa? Bukan ini
pilihannya
Yang lebih penting adalah bagaimana membuat
TAA yang lain.
Tujuannya perdamaian. Menghindari
konflik.
Ke empat model ini adalah sebuah
kesempatan2
Komentar
Posting Komentar