Pontianak, 29 Desember 2021
Dua hari menjelang tahun 2022. Di penghujung tahun ini
pertanyaan-pertanyaan yang ada di pikiranku selalu sama. Apa integritas? Apa rumah?
Apa damai sejahtera? Semua itu seperti omong kosong belaka.
Mari
mulai sekitar lima hari yang lalu tepatnya tanggal 24 Desember dimana orang
merayakan sukacita Natal, memperingati hari lahir Yesus. Bukankah seharusnya aku
merasakan hal yang sama seperti orang lain? Yash, I must deserve it. Tapi
kenyataannya tidak ada sukacita itu sama sekali. Lucu bukan?
Bagaimana tidak, mata seseorang dengan sinis menatapku
tidak suka.
Lucunya
lagi, seseorang yang selalu mengatakan bahwa dirinya adalah pendeta, ketua jemaat,
konselor, dosen? Tetapi sepertinya hidupnya penuh kegelisahan.
Mengapa perlu mengingat kejadian ini? Telah lima hari sejak
24 Desember, aku yang menumpang di rumah ini tidak berbicara sama sekali
dengannya.
Sebentar, kembali ke tanggal 28 dimana anak yang sudah
delapan bulan tinggal di rumah ini dipanggil oleh Majelis dan ditanyai bagaimana
keadaan kami bertiga di dalam rumah ini.
Hah, lucu sampai tertawa aku karena tingkah seorang
dengan empat jabatan ini. Setelah mendengar percakapan dari pertemuan anak ini
dengan majelis malam itu.
Pikiran
yang kolot, konservatif, konvensional meminta dihargai orang-orang bawahannya. Mengatakan
kepada tameng-tamengnya bahwa ia tidak dihargai dan tidak dibantu bekerja. Shizz
wut the hell r u doin in dis small house, dude? Sangat feodal bukan? Merasa
tidak pernah membantunya bekerja di dalam rumah ini? Jesus Christ. Apakah
aku seorang bodoh yang sama sekali mati otak? Hampir setiap hari ia mampu
merobohkan rumah ini dengan kedua kakinya.
Merasa
tidak dihargai? Oh holy moly. Perlu satu buku untuk menceritakan semua
tingkahnya. Manipulative!
Dengan kepolosannya ia akan berkata ke semua orang “Oh
save me, I’m in danger”.
Motherfucker, eat ur own shizzz.
Komentar
Posting Komentar