Pada bulan kedua masa vikariat, telah dilaksanakan perbincangan antara Resort GKE Pontianak dengan internal Sekolah Tinggi Agama Kristen Abdi Wacana Pontianak bahwa tugas dan tanggung jawab sebagai vikariat akan lebih difokuskan ke STAK AW.
Sepanjang semester genap sejak Januari telah
dibebankan untuk mengajar dengan beban mata kuliah hingga tiga mata kuliah dengan
total 14 SKS di STAK AW. Selain itu ‘mempercayakan’ dan ‘memanfaatkan’ juga mengalami
krisis. Tanpa berdasar orang-orang hari ini menganggap bahwa kedua hal tersebut
adalah sama. Beban kerja yang tidak sesuai standar namun kelayakan yang diterima
dari apa yang telah dikerjakan tidak sesuai dengan seharusnya. Setelah gereja
sepenuhnya mempercayakan pekerja gereja kepada lembaga Pendidikan STAK AW.
Terhitung sejak Maret masa vikariat ada kesenjangan
yang terjadi karena kurangnya komunikasi antara lembaga Pendidikan dan Gereja.
Namun, yang jelas terasa adalah lembaga Pendidikan mengalami krisis berpikir.
Terlebih mengenai surat, hak dan beban kerja. Harus diakui dalam masa transisi
ada banyak sekali kesalahpahaman yang terjadi mengenai penempatan sebagai vikariat.
Terlebih dengan adanya surat-surat yang tidak dibuat secara sistematis dan terarah.
Dewasa ini, manusia terbiasa melegalkan segala sesuatu yang sifatnya tersirat. Sehingga,
saya, selaku vikariat tidak memiliki suatu kepastian yang jelas dan terarah
mengenai hak dan tanggung jawab yang seharusnya.
Sepanjang dua bulan masa vikariat, satu
bulan terakhir, saya, melakukan pekerjaan yang dibebankan dari STAK AW sebagai pekerja
penuh waktu. Dimulai dari Senin sampai dengan Jumat, diluar jam tersebut waktu
kerja yang tidak ada ketetapannya sama sekali. Jika menyerahkan kepada sifat
manusia yang ingin bebas, sesungguhnya kebebasan itu sendiri tidak bebas karena
kebalikannya ia mengikat. Berdasarkan hal ini, beberapa oknum melihat ini hanya
murni bekerja sebagai vikariat tanpa memperhitungkan fakta yang sebenarnya.
Bagaimana ada sebuah pemikiran bahwa tenaga vikariat dan tenaga pengajar adalah
sama? Dewasa ini, ada banyak hal yang dibumbui dengan kegilaan. Solusi tidak melihat
pada masalah dan fakta yang terjadi.
Hidup manusia di bumi bukan perkara Yang
Ilahi mempercayakan kehidupan untuk disyukuri. Bersyukur adalah keharusan. Hakekat
manusia jangan pernah lupakan. Dasar yang mana yang mau dipakai. Hidup adalah
hidup yang harus dihidupi, yang pada hakekatnya ada hal-hal yang mau
diperjuangkan, diperbaiki, dilaksanakan dan sampai pada akhir ada ungkapan syukur,
ada pula damai sejahtera.
Komentar
Posting Komentar