Langsung ke konten utama

Speech Acts: How to do Things with Word

 

Speech Acts: “How to do Things with Words”

Winda Patrika Embun Sari, M.Fil

Email: royalplural91@gmail.com

Keberagaman adalah keindahan. Indonesia termasuk salah satu negara yang dikenal sebagai negara yang lebih memprioritaskan kepentingan agamawi agar menjadikannya sebagai makhluk yang bermoral. Telah banyak tulisan yang bicara mengenai toleransi dan moderasi beragama, akan tetapi apakah semua itu hanya akan menjadi suatu pengalaman yang tidak dimaknai?

Pengalaman adalah pelajaran. Ketika banyak orang yang berbicara mengenai teori tanpa adanya suatu aksi maka dapat dikatakan teori tersebut tidak memiliki makna apapun. Seringkali teori muncul dan dialog bermunculan agar teori itu semakin valid.

            Ketika berbicara keberagaman beragama, tidak dapat dipungkiri teori akan selalu mendahului praktik agar pengalaman itu relevan. Pengalaman secara spiritual tidak selalu ada pada diri kita atau agama kita. Pengalaman spiritual dapat ditemukan atau hadir dalam diri orang lain. Bagaimana caranya?

            Hospitality. Ini adalah suatu pemahaman mengenai penyambutan yang hangat antara tamu dan pemilik rumah. Ketika orang hadir atau berkunjung ke rumah seseorang, perlakuan dari pemilik rumah adalah hal yang menjadi perhatian penting. Sebagai makhluk yang bermoral dan tahu menghargai orang yang bertamu ataupun orang asing, kita akan sebisa mungkin memberi pelayanan yang baik meskipun hanya memberi air putih. Tetapi bukan apa yang diberikan dari pemilik rumah kepada tamu yang penting. Terlebih penting adalah mengerti akan maksud kedatangan tamu tersebut dan komunikasi yang mampu membuat tamu merasa disambut bahkan merasa bahwa ia ada di rumahnya sendiri. Hospitality adalah relasi yang mengambil peran dari pemilik rumah dan tamu. Hospitality adalah salah satu cara agar memaknai keberagaman bukan sebagai orang asing (strangers). Menjadikan relasi itu sebagai alat mengisi satu dengan yang lain dalam hal mengerti dan mengerti. Duduk bersama dan berkomunikasi dengan hangat tanpa adanya unsur justifikasi terhadap keberagaman tersebut.

            Pengalaman spiritual melalui kehadiran orang lain mungkin terdengar aneh, tetapi inilah praktik yang kemudian relevan dengan teori. Sebuah ide atau gagasan mengecap keberagaman dimulai dengan praktik terlebih dahulu. Inisiatif berjumpa dengan keberagaman tentu adalah salah satu cara menguji teori. Pada kenyataannya, pengalaman ini jauh lebih bermakna ketika kita bersama-sama datang sebagai tamu yang mengerti menjadi tamu yang baik. Ketika bertemu dengan pemilik rumah, kita disuguhkan berbagai keindahan yang tidak kita temui dalam diri kita sebagai mahluk individualis.

           


            Pada gambar tersebut di atas, tampak tidak ada yang aneh atau menakjubkan. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi berkesempatan untuk berdialog dari pemilik rumah beragama muslim. Perhatian, kesopananan dan keramahtamahan hadir ketika ada dalam pengalaman dialog tersebut. Dari keberagaman mereka dapat duduk bersama dan merasa bahwa ‘rumah’ dapat dirasakan ketika bertamu ke rumah orang lain. Pengenalan akan rumah, bukan yang hadir secara fisik, tetapi rasa nyaman dan perasaan disambut itulah yang menjadi pengalaman berharga yang dimaknai.

            Teori akan hospitality kemudian dialami terlebih dahulu baru ditemukan dan dihidupi. Buktinya, pencarian akan keindahan tersebut tidak berhenti di rumah satu kawan lintas iman saja. Gambar berikut adalah bukti bahwa proses pencarian memaknai keberagaman berlanjut kepada kawan lintas iman beragama Buddha. Sesuatu yang baru dan menarik membuat kawan-kawan dalam pencarian makna ini mengerti bahwa hidup pada diri kita sekalipun tidaklah baik. Berjumpa dan memaknai hal baru dalam rumah yang lain memberikan pemahaman baru bahwa hidup begitu kaya akan jalan keindahan. 



            Persatuan antara satu dengan yang lain harus terjalin agar tidak putus dan terus dihidupi. Hospitality sangat membantu kawan-kawan memahami akan dirinya. Bukan hanya menghidupi dirinya sebagai mahluk yang bermain (Homo Ludens) tetapi juga menghidupi hospitality ketika bersama dengan yang lain.



            Setiap waktu berharga dan bermakna, tergantung bagaimana cara orang tersebut memaknai dan memanfaatkan waktu dengan baik. Jikalau saja kita merasa waktu terasa lambat, maka itulah yang terjadi, waktu kemudian tidak bermakna dan penuh dengan rasa sungut-sungut. Waktu adalah waktu yang setiap detiknya dimaknai dan dimanfaatkan dengan baik. Perjalanan spiritualitas dengan kawan-kawan lintas iman yang lain tidak akan berhenti sampai agama Hindu. Selanjutnya, proses penemuan makna akan keindahan sama seperti roda dan jam yang berputar. Pada akhirnya inilah yang dikatakan: mengatakan aksi “beraksi dengan teori” (How to do Things with Words). Salam. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik Lagu Dayak Kalimantan Tengah Ciptaan Jefri E. Sindem Tamparan Hasupa

Katika ku munduk kabuat Tabayang senyum andi je mamikat Kai..kai tumun tuh angat Handau hamalem santar taingat Curahku akam lewat lagu tuh Mangesah tamparam ku supa dengam mu Dahang tujuan kakam hamauh Salamat mahining duhai sayang ku Tagal haranan cinta ku dengam Angat ku yakin cinta baya akam Munduk mendengku saraba sala Pandangan pertama ku jatuh cinta Aduh akai nah jata Hatalla Taguncang angat ku je jantung jiwa Metuh tamparan ku sundau dengam mu Bisikan cinta je ingkeme ku Angat perasaan ku je tutu-tutu Aku te yakin ikau jodohku

Riwut Karuhei

Universitas Kristen Duta Wacana Nama/ NIM                             : Winda Patrika Embun Sari/ 50190056 Program Studi/ Semester       : Magister Teologi/ Gasal 2019-2020 Mata Kuliah/ Tugas               : Teologi, Spiritualitas dan Seni/ Makalah Akhir (REVISI) Spiritualitas dalam Lagu Karungut Dayak Kalimantan Tengah: “ Riwut Karuhei ” (Angin yang Membiuskan) Pendahuluan             Ada beragam cara bagi seseorang untuk mengekspresikan perasaannya. Salah satunya adalah melalui lagu. Lirik sebuah lagu kadangkala bersumber dari pengalaman pribadi. Hal ini salah satunya saya lihat dalam lagu Riwut Karuhei. Lagu yang berasal dari Kalimantan Tengah ini menarik untuk diperhatikan lebih d...

Hedonisme dalam 2 Samuel 12:1-25

Universitas Kristen Duta Wacana Nama/ NIM                             : Winda Patrika Embun Sari/ 50190056 Program Studi/ Semester       : Magister Teologi/ Gasal 2019-2020 Mata Kuliah/ Tugas               : Tafsir Kontekstual Perjanjian Lama/ Makalah Akhir   Hedonisme dalam 2 Samuel 12:1-25 1.1. Pendahuluan a.     Pengantar Dewasa ini, setiap orang punya kecenderungan untuk hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif lazimnya disebut dengan hedonisme. Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya KBBI) mendefinisikan hedonisme sebagai “ pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup”. Umumnya hedonisme dipahami sebagai satu hal yang negatif. Tapi pada dasarnya hedonisme ...